Jakarta – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati menyiratkan keheranannya mengenai kelangkaan solar ketika memantau penjualan BBM di SPBU Jalan Soekarno Hatta, Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (3/4). Pasalnya, ia melihat penjualan solar subsidi di ritel naik.
Namun, penjualan solar industri justru turun hingga 11 persen. “Tapi (solar) di ritel naik, jadi ada perpindahan
Padahal, industri besar tak diperkenankan menggunakan solar subsidi. Karenanya, ia menilai perlu ada regulasi yang menegaskan agar pelaku industri besar tidak mengambil jatah subsidi untuk pelaku industri kecil.
Mengacu Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, pengguna yang berhak atas solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan bermotor plat hitam untuk pengangkut orang atau barang, kendaraan bermotor plat kuning.
Aturan itu juga mengecualikan mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari enam mendapat solar subsidi.
Kemudian, kendaraan layanan umum, seperti ambulans, pemadam kebakaran, serta pengangkut sampah, juga dibolehkan mendapatkan solar subsidi. Selanjutnya, kapal angkutan umum dengan bendera Indonesia, kapal perintis, serta kereta api penumpang dan barang.
Karenanya, pemerintah akan tetap memberikan subsidi untuk minyak solar, meskipun bantuan yang diberikan relatif besar, yakni Rp7.800 untuk setiap liternya. Subsidi energi, sambung dia, juga akan berlaku untuk gas LPG 3 kg yang disubsidi oleh pemerintah hingga sebesar Rp11 ribu.
Saat ini, penyaluran solar subsidi telah melampaui kuota 10 persen per Februari 2022 untuk skala nasional. Sementara, khusus wilayah Sumatera Selatan, kuota yang diberikan sudah melampaui 12 persen.
Menurutnya, geliat ekonomi di sejumlah daerah penghasil batu bara dan minyak sawit, terutama di Sumatera dan Kalimantan, turut mendorong lonjakan permintaan solar subsidi. Kondisi serupa juga terjadi di Sulawesi Selatan yang memiliki sejumlah industri pengolahan.