JAKARTA – Selasa 26 Juli kemarin, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memasukkan Mardani Maming ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Tindakan hukum ini dilakukan setelah Senin (25/7), KPK gagal menjemput paksa Mardani Maming. Dengan begitu, KPK juga melibatkan aparat penegak hukum lain guna untuk mencari dan menangkap tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi tersebut.
Maming dinilai KPK tidak bersikap kooperatif karena selalu tidak hadir dari dua panggilan penyidik. Panggilan kedua dilayangkan pada Kamis, 21 Juli 2022. “Hari ini, KPK memasukkan tersangka (Mardani Maming) dalam daftar pencarian orang (DPO) dengan paralel. Maka dari itu, Kami (KPK) juga mengirim surat ke Bareskrim Polri untuk meminta bantuan penangkapan terhadap tersangka yang dimaksud.” ungkap Plt. Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri, Selasa (26/7).
“KPK berharap tersangka dapat kooperatif dan menyerahkan diri kepada KPK agar proses penegakkan hukum tidak pidana korupsi tidak terkendala,” sambungnya.
Ali mengatakan politikus PDI Perjuangan (PDIP) itu sedang tidak berada di apartemennya di Jakarta Pusat. Ali menjelaskan tak ada dasar hukum apa pun yang menyatakan Praperadilan dapat menghentikan proses penyidikan.
Diketahui, Maming mengajukan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan guna lolos dari proses hukum di KPK. Maming menegaskan tidak akan memenuhi panggilan penyelidik KPK sebelum putusan Praperadilan dibacakan pada Rabu (27/7).
Sebagaimana ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) diatur ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara bagi para pihak yang terbukti menghalang-halangi penyidikan KPK.
Mardani Maming diproses hukum KPK diduga karena telah menerima Rp104 Miliar terkait pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Hal itu menjadi bukti permulaan penyelidikan KPK hingga menetapkan Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2018 disebut menerima uang dimaksud dalam rentang waktu 2014-2021.