Hasto Atmojo Suroyo selaku Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LSPK) memberikan pernyataan bahwa pihaknya mencurigai adanya kejanggalan dari permohonan perlindungan dengan pemohon istri dari Irjen Polisi Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, sebagai korban kekerasan seksual dalam kasus penembakan yang telah menewaskan Brigadir J.
Kecurigaan tersebut bermula dikarenakan ada dua permohonan yang diajukan kepada LPSK berkaitan dengan dua laporan polisi (LP) bernomor sama namun bertanggal berbeda.
LP pertama yaitu LP/B/1630/VII/2022/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA tanggal 9 Juli 2022 terkait dugaan tindak pidana kejahatan terhadap kesopanan dan perbuatan memaksa seseorang dengan kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dan/atau kekerasan seksual, dan LP kedua yaitu LP/368/A/VII/2022/PKT/POLRES METRO JAKSEL tanggal 8 Juli 2022 terkait dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan.
Kejanggalan tersebut semakin dicurigai oleh LPSK dikarenakan Putri Candrawathi tidak dapat memberikan keterangan apapun terkait permohonan tersebut.
“Kami juga ragu-ragu apakah Ibu P (Putri Candrawathi) ini sebenarnya berniat mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK atau Ibu P ini sebenarnya tidak tahu-menahu tentang permohonan, tetapi ada desakan dari pihak lain untuk mengajukan permohonan perlindungan LPSK,” ujarnya.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi pun menyebutkan bahwa dugaan kejanggalan itulah yang membuat LPSK berhati-hati mendalami permohonan perlindungan dengan pemohon Putri Candrawathi.
“Dalam diskusi terbatas yang LPSK lakukan dengan berbagi ahli, ada hal yang menurut pandangan dari informasi yang kami peroleh, ada hal yang ganjil, janggal, dalam proses ini, yang sudah kami singgung dalam rekomendasi,” kata Edwin.
Edwin yang berpendapat sama dengan Hasto, menitikberatkan dugaan kejanggalan pada terbitnya LP dengan nomor yang sama namun bertanggal beda, yakni terkait dengan percobaan pembunuhan dan pelecehan seksual, kedua terduga pelakunya adalah Brigadir J.
“Ada satu fakta yang tidak terbantahkan pada peristiwa 8 Juli itu adalah bahwa Brigadir Yosua ditemukan dalam keadaan meninggal dunia akibat pembunuhan.” ujarnya. Oleh karena itu, dia pun mempertanyakan mengapa tidak ada inisiatif untuk menerbitkan laporan ke polisi terkait dengan peristiwa pembunuhan Brigadir J.
Ia juga mengungkapkan bahwa Saat penelaahan awal permohonan, ada pihak-pihak yang mendesak LPSK untuk segera memberikan perlindungan kepada Ibu PC sebagai korban kekerasan seksual meski pada akhirnya permohonan tersebut tidak LPSK kabulkan.
“Ketika penelaahan ada proses koordinasi ada pihak-pihak yang secara resmi meminta, mendorong LPSK untuk melindungi Ibu PC dan pihak yang secara resmi itu juga menjadi bagian yang mendapatkan sanksi internal di kepolisian,” ujar Edwin.
Atas dugaan kejanggalan terhadap pihak-pihak tersebut, LPSK meminta Inspektorat Pengawasan Umum Polisi Republik Indonesia (Irwasum) untuk melakukan pemeriksaan atas dugaan ketidakprofesionalan dalam upaya menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice), dan pemeriksaan terkait dengan penerbitan dua laporan polisi (LP) bernomor sama namun bertanggal berbeda, serta tidak diterbitkannya LP Model A terhadap kematian Brigadir J sesaat setelah peristiwa.
Pada hari Senin sebelumnya, LPSK telah memutuskan untuk menolak permohonan perlindungan sebagai korban kekerasan seksual dengan pemohon Putri Candrawathi dalam kasus penembakan Brigadir J.
Keputusan tersebut dikarenakan tidak ditemukannya dugaan tindak pidana pencabulan, sebagaimana penyidikan perkara dugaan pelecehan terhadap Putri Candrawathi dengan terlapor Brigadir J yang juga telah dihentikan oleh pihak Bareskrim Polri.
“LPSK memutuskan untuk menolak atau menghentikan penelaahan terhadap Ibu P ini karena memang tidak bisa diberikan perlindungan,” ujar Ketua LSPK Hasto Atmojo Suroyo.