Surabaya – Koalisi Indonesia Bersatu atau KIP Jatim merespons adanya pertemuan Joko Widodo dengan relawannya di Gelora 10 November.
Pertemuan itu diadakan pada Minggu lalu (21/8).
Golkar, PAN dan PPP menilai, Jokowi tetap punya kepentingan di tahun 2024. Terutama untuk merawat basis massanya ketika nanti sudah tidak menjabat sebagai presiden.
Ketua DPD Golkar Jatim M Sarmuji menilai, pertemuan Jokowi dengan relawan sebagai bentuk merawat basis miliknya saat dua kali Pilpres.
“Itu hak Pak Jokowi untuk merawat basis beliau. Sebagai presiden yang masih menjabat, merawat dukungan sangat penting untuk memperkuat legitimasi politik.” kata Sarmuji pada Selasa (23/8/2022).
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini menambahkan, Jokowi tidak memiliki kepentingan politik terlalu besar pada 2024.
Namun, kepentingan utamanya adalah bisa melanjutkan program Jokowi yang belum tuntas.
“Pak Jokowi tidak punya kepentingan politik langsung, tetapi saya yakin, Pak Jokowi punya kepentingan agar program dan kebijakan baik yang diambil hari ini dapat berlanjut setelah 2024.” tambahnya.
Ketua DPW PAN Jatim, Ahmad Riski Sadig mengatakan bahwa Surabaya dan Jawa Timur akan menjadi magnet politik di tahun 2024.
“Sekali lagi dalam waktu yang tidak terlalu lama, Surabaya-Jawa Timur jadi magnet Konsolidasi politik, baik itu bersifat silahturahmi, konsolidasi, penguatan atau bentu acara lain.”
“Tapi sejatinya, penduduk Jawa Timur yang cair dan beragam serta terbuka jadi salah satu daya tarik tokoh-tokoh untuk menyampaikan pikiran-pikiran menjelang tahun politik. Menurut saya, kedatangan Presiden dalam acara kangen-kangenan dengan relawan makin menguatkan DPW PAN Jatim untuk terus bekerja.” kata Ahmad Riski.
Mujahid Ansori menilai pernyataan Jokowi ke relawan soal ‘ojo kesusu’ merupakan pendidikan politik yang baik. Dimana, selama ini Indonesia hanya menjual figur dalam perhelatan Pilpres. Bukan soal gagasan atau visi misi.
“Sekarang ini kesamaan visi belum, udah bicara figur. Saya kira itu pendidikan politik yang baik dari pak Jokowi bahwa kepercayaan yang diberikan kepada calon pemimpin bangsa harus didahulukan daripada popularitas tokoh.”