SURABAYA, – Persoalan etika jurnalistik dan etika digital di tahun pemilu di kupas tuntas dalam sarasehan Journalism Roadshow 2022 Surabaya, Kamis (29/09/2022). Kegiatan yang di gelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI, Trust TV dan Great Edu menghadirkan sejumlah narasumber para pakar media, di antaranya Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Surabaya Lukman Rozaq, CEO Ngopi Bareng Arif Affandi, serta Kepala Divisi Riset Pengembangan dan Kerja Sama LBH Surabaya Mohammad Soleh.
Sarasehan yang bertemakan “Tantangan Etika Jurnalistik dan Etika Digital di Tahun Pemilu” bertujuan untuk mengingatkan kembali marwah jurnalis sebagai penyampai sebuah informasi akurat kepada publik. Karena jurnalis bukan hanya seorang informator namun juga sebagai verifikator. Tugas jurnalis juga semakin berat karena harus menyampaikan kebenaran faktual di tengah revolusi digital dan gempuran post truth.
CEO Ngopi Bareng Arif Afandi mengatakan revolusi digital telah melahirkan dua sisi mata uang. Sisi terang dan sisi suram. Revolusi digital memudahkan hidup setiap orang sekaligus juga bisa menjadi ancaman. Fenomena fake news, hoax dan secara faktual menimbulkan marabahaya baru bagi kehidupan maupun demokrasi. Amerika Serikat sebagai kampiun demokrasi bisa terpolarisasi ekstrem hanya karena pemilihan presiden. Polarisasi politik juga terjadi di Indonesia karena penyebaran informasi melalui akses digital tersebut.
“Setiap orang bisa memproduksi informasi dan bisa dijadikan diinformasi,” tegasnya.
Lebih lanjut Arif Afandi menjelaskan, pernah ada sebuah penelitian yang menyebut bahwa sikap radikal dan kebencian yang berlebihan semakin terfasilitasi karena seseorang masuk sebagai anggota grup dalam media sosial. Karena relatif mereka mendapat informasi yang sama sesuai keyakinannya, bukan atas kebenaran faktual, sehingga melahirkan radikalisme.
“Itu juga disebut propaganda komputasional yang itu menjadi semakin berbahaya karena sistem digital enginenya berbasis algoritma,” katanya.
Dunia jurnalistik turut terdampak oleh revolusi digital. Karena kecepatan menyampaikan berita menjadi ukuran untuk menganalisa kebenaran sebuah peristiwa. Tantangan transformasi digital juga adalah menelurkan sebuah berita tanpa bergantung pada click bait meskipun pada kenyataannya banyak media online mengandalkan judul-judul bombastis. Namun Arif Affandi meminta agar jurnalis tidak menulis berita dengan tujuan mendowngrade seseorang. Begitu pula dalam etika menulis berita politik.
“Harusnya politik dalam media menjadi sebuah pertarungan gagasan dan bisa menjadi bahan studi,” tuturnya.
Arif Affandi memaparkan praktik etika jurnalistik dalam Pemilu meliputi empat hal utama, diantaranya etika jurnalistik independen, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
“Pemilu adalah arena kontestasi. Karena itu jurnalisme harus memberi ruang yang sama kepada para kontestan. Media sebagai institusi sosial yang ikut bertanggungjawab terhadap situasi sosial politik yang kondusif terhadap kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” pungkasnya.
Sementara itu Ketua IJTI Surabaya Lukman mengatakan setiap jurnalis harus menjunjung kode etik dalam peliputan. Apalagi saat ini banyak video viral bertebaran di media sosial.
“Konfirmasi, verifikasi, klarifikasi, bila perlu investigasi. Tidak boleh mengambil serta merta video viral tanpa melakukan empat hal tersebut,” ungkapnya.
Lukman menegaskan etika meliput Pemilu sama dengan etika saat meliput berita reguler. Etika sangat penting karena akan menjaga marwah dan kredibilitas seorang jurnalis. Dalam liputan politik, jurnalis tidak boleh memihak kepada salah satu parpol sehingga berita mereka tetap objektif.
“Kebebasan berpendapat bukanlah hal mutlak tapi ada batasnya,” ujarnya.
Ia juga memaparkan 10 etika praktis meliput Pemilu. Antara lain jangan terburu-buru menyebarkan informasi sebelum klarifikasi, konfirmasi dan memverifikasi data.
“Tidak memihak, selalu memberikan porsi yang sama untuk masing-masing kandidat, menghormati perbedaan dan keragaman, menghindari sensasi, jangan menerima suap baik dalam bentuk uang maupun fasilitas lainnya, jangan menjanjikan liputan berita kepada kandidat, jika ada pernyataan serangan dari kandidat maka beri kesempatan bagi kandidat lainnya untuk menjawab, pernyataan yang bernada menghasut atau menyerang tidak perlu diberitakan,” tegasnya. (adp)