SURABAYA, – Akhir-akhir ini isu gender menjadi perbincangan hangat, sekaligus keprihatinan bagi United Nations Children’s Fund (UNICEF) dan yayasan Hak Manusia di berbagai dunia.

“Isu ini menjadi makin hangat sejak covid-19 muncul dan membawa dampak besar bagi kehidupan manusia. Seperti yang disampaikan oleh António Guterres, Sekretaris Jenderal PBB, menyatakan bahwa pandemi covid-19 semakin memperburuk diskriminasi terhadap wanita dan anak perempuan, dan menjadi krisis sosial bagi mereka,” ungkap Rindrah Kartiningsih, Ketua Panitia Seminar Internasional Enrichment of Career by Knowledge of Language and Literature (ECKLL) X yang di gelar oleh Fakultas Sastra (FS) Universitas Dr. Soetomo (Unitomo) bekerja sama dengan Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, Sabtu (12/11/2022).

Kegiatan implementasi Memorandum of Agreement (MoA) merdeka belajar ini digelar melalui media daring zoom dan You tube dengan mengangkat tema “Gender Issues On Language, Literature, and Culture” atau Isu Gender Dalam Bidang Bahasa, Sastra, dan Budaya.

Lebih lanjut, Rindrah mengatakan krisis ini berimbas pada masalah ketidaksetaraan pada gender tidak hanya pada perempuan tetapi juga laki-laki, penghentian pernikahan anak, kebersihan menstruasi, perlindungan sosial, akses pendidikan, pelecehan verbal dan pengembangan ketrampilan untuk perempuan dan penyandang disabilitas.

“UNICEF Gender Action Plan (GAP), 2022–2025, menerapkan kebijakan gender, 2021-2130 yang berfokus pada kesetaraan gender di semua programnya di semua wilayah,” imbuhnya.

Rindrah menambahkan, sesi pleno atau Plenary diisi oleh lima pembicara kunci dari beberapa negara dengan latarbelakang yang berbeda meramaikan acara seminar internasional dengan paparan artikel dari berbagai bidang dari berbagai bidang.

“Mereka di antaranya adalah Prof. Dyah Sawitri, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi atau LLDIKTI Wilayah 7 akan mempresentasikan artikelnya dari ranah hukum tentang kesetaraan dan perlindungan kekerasan seks di tingkat universitas dengan judul Gender Equality and Protection from Sexual Violence at Universities, Prof. Faisal Mahmoud Adam Ibrahim dari Universitas Al-Qur’an Al-Kareem pembicara kunci dari Sudan berbicara dari sudut pandang orang Arab dengan topik Sastra- Cultural Heritage and Literature in the Face of Global Challenges, kemudian ada Du’aa Ahmad Nahrawi, Praktisi penerjemah Bahasa Arab dari Mesir menyampaikan pandangannya tentang Gender in Arab Literature: Between Feminism, Western Prejudices and Repackaging. Sementara Andrea Carroll, Pendiri dan Ketua Yayasan Bali Dyslexia dari Negara Inggris berbicara dari sisi pendidikan anak-anak disleksia dapat memperoleh kesetaraan dalam belajar melalui pengajaran inklusi, lalu Susy Ong, dari Universitas Indonesia memapaparkan bagaimana organisasi wanita dan perang di abad ke-20 di Jepang,’ paparnya.

Sementara Umi Kulsum, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur mengapresiasi serangkaian kegiatan ECKLL X, mengingat kegiatan ini menunjukkan perhatian yang dalam terhadap isu-isu gender tersebut.

“Salut untuk FS Unitomo, yang menggelar Seminar Internasional ECKLL X yang berusaha dengan turut menyumbangkan ide-ide bermanfaat dari sudut pandang sastra, bahasa, pendidikan, dan budaya terhadap ketidaksetaraan gender. Terlebih kegiatan ini juga menjadi wadah bagi mahasiswa Fakultas Sastra sendiri untuk memasuki dunia internasional dengan mempraktikan kemampuan berbahasa asing mereka di bidang akademik dengan menjadi pembicara dalam sesi parallel,” ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Prof. Nur Sayidah, Wakil Rektor IV Unitomo mengatakan kegiatan ECKLL X selangkah maju dalam melakukan pengembangan dalam bentuk kerja sama dengan tiga jurnal terakreditasi Sinta 3 dan 4.

“Jurnal yang dimaksud yaitu Pioneer: Journal of Language and Literature-UNARS, Jurnal Sakura: Bahasa, Sastra, Kebudayaan dan Pranata Jepang-UNUD, dan Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra-UPI. Sehingga artikel dari para presenter yang berkualitas akan memperoleh kesempatan untuk publikasi. Selain itu proceeding telah beralih dari ISBN menjadi ISSN”, ungkapnya.

Usai sesi pleno, ada sesi paralel yang dibagi menjadi tiga breakroom yang terdiri dari topik bahasa, sastra, dan budaya. Diikuti 20 penyaji dan kurang lebih 150 peserta dari para akademisi, peneliti, mahasiswa, dan masyarakat umum dari berbagai bidang. Semuanya berdiskusi dan membahas masalah-masalah isu gender yang berhubungan dengan sub topik yang meliputi bidang-bidang bahasa, sastra, pengajaran, teknologi informasi, bisnis dan komunikasi, budaya dan seni, hokum, sumber daya manusia, dan revolusi 4.0 dan 5.0.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *