Surabaya – Puluhan orang terlihat berjalan berkelompok menyusuri jalan sejak dari Jalan Gemblongan hingga ke Jalan Tunjungan. Di antara 20 orang itu beberapa peserta adalah seorang bule. Mereka sedang mengikuti kegiatan Surabaya Walking Tour dengan Tema Hari Pahlawan.

 

Kegiatan seperti ini banyak digelar di akhir pekan di Tunjungan. Namun di acara menelusuri Jalan Tunjungan kali ini ada yang berbeda. Terutama pada pemandu tur itu yang beberapa di antaranya ternyata merupakan tunanetra.

 

Surabaya Walking Tour di Jalan Tunjungan itu merupakan kegiatan yang digelar atas kerja sama Komunitas Roodebrug Soerabaia dengan Komunitas Mata Hati. Komunitas Mata Hati adalah komunitas penyandang difabel tunanetra.

 

Tidak hanya memandu dan memberikan penjelasan tentang sejarah gedung-gedung di Jalan Tunjungan, di sela menyusuri Jalan Tunjungan itu Dani dan teman-temannya juga menghibur peserta mereka dengan musik. Mereka menyanyikan lagu Tunjungan diiringi irama gitar.

 

“Tadi menjelaskan sejarah Kota Surabaya pada khususnya. Namanya Surabaya Walking Tour. Jadi ini memang komunitas yang akan terus mendalami Historisnya Kota Surabaya,” kata Dani saat di temui di Gedung Siola, Minggu (13/11/2022).

 

“Jadi kami merasa bangga, karena kami menjadi bagian dari Kota ini, siapa pun kami, apapun latar belakangnya. Jadi kami diberi kesempatan. Mungkin kodrat kami terlahir di Surabaya ini,” ujarnya.

 

Ady Setyawan, pendiri komunitas Roodebrug Soerabaia mengatakan kegiatan Walking Tour di Jalan Tunjungan dan Gemblongan yang dipandu komunitas Matahati ini merupakan yang pertama kali.

 

“Ini kegiatan pertama, mereka sudah kami training bersama komunitas kami selama dua mingguan. Jadi setelah berjalan, kemudian berhenti dihibur dengan menyanyi,” ungkap Ady.

 

Ady menambahkan, ada sebanyak 6 orang dari komunitas Matahati yang juga ikut menelusuri histori perjuangan ini, bergantian menjelaskan kepada peserta.

 

“Jadi di Jalan Tunjungan sampai Gemblongan, tiap gedung ada kisah apa, sejarahnya apa, ada peristiwa apa, terutama kaitanya sama revolusi, itu tadi dijelaskan sama teman-teman,” lanjut Ady.

 

“Kami juga membawa foto-foto besar, waktu perang Surabaya ada tank yang hancur di sini, itu kami ceritakan, kenapa ada monumen di sini, itu kamj ceritakan kisah-kisah di baliknya,” ujar Ady.

By rdks

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *