Jakarta – Resesi dunia sudah semakin mendekat, jebloknya harga minyak mentah menjadi salah satu sinyalnya. Rupiah pun kembali tertekan, membuka perdagangan dengan melemah 0,03% ke Rp 15.600/US$.
Depresiasi bertambah menjadi 0,13% ke Rp 15.615/US$ pada pukul 9:06 WIB, melansir data Refintiv.
Harga minyak mentah pada perdagangan Selasa jeblok hingga 4%, batu bara bahkan ambrol hingga 7%. Minyak mentah bisa menjadi indikator kesehatan ekonomi dunia, atau setidaknya pandangan pelaku pasar terhadap prospek ke depannya.
Ketika resesi terjadi, maka roda bisnis akan mengalami pelambatan. Saat itu terjadi, permintaan minyak mentah akan menurun, harganya juga akan merosot. Sehingga, jebloknya harga minyak mentah bisa menjadi sinyal resesi segera tiba.
Tanda-tanda pelambatan ekonomi sudah sangat jelas terlihat. Di China, sektor manfakturnya mengalami kontraksi dalam beberapa bulan terakhir.
Data dari pemerintah China menunjukkan purchasing managers’ index (PMI) manufaktur pada Desember 2022 sebesar 47, turun dari bulan sebelumnya 48.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya artinya kontraksi, dan di atasnya adalah ekspansi.
PMI manufaktur sudah mengalami kontraksi dalam 3 bulan beruntun, versi pemerintah China.
Laporan dari Caixin lebih lama lagi, kontraksinya sudah dimulai sejak Agustus 2022. Kontraksi tersebut berdampak berdampak besar bagi dunia, sebab China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua, di bawah Amerika Serikat.
Sayangnya, Negeri Paman Sam juga mengalami hal yang sama.
Dana Moneter Internasional (IMF) sudah memberikan memberikan peringatan terkait kondisi tersebut.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan untuk sebagian besar ekonomi global, 2023 akan menjadi tahun yang sulit karena mesin utama pertumbuhan global – Amerika Serikat, Eropa, dan China – semuanya mengalami aktivitas yang melemah.
“Tahun baru akan menjadi lebih sulit daripada tahun yang kita tinggalkan. Mengapa? Karena tiga ekonomi besar – AS, UE, dan China – semuanya melambat secara bersamaan,” tuturnya, dikutip Reuters, Senin (2/1/2023).
Dalam kondisi tersebut, dolar AS yang menyandang status safe haven menjadi diuntungkan. Indeks dolar AS melesat nyaris 1%, yang berisiko membuat rupiah jeblok.