Jakarta, Harga komoditas batu bara acuan terpantau merosot pada pekan ini, meski dua hari sebelum perdagangan terakhir di pekan ini batu bara berhasil rebound.
Sepanjang pekan ini, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) untuk kontrak Februaru 2023 terpantau ambruk 5,42% secara point-to-point (ptp).
Pada perdagangan Jumat (6/1/2023) akhir pekan ini, harga batu bara acuan terpantau terkoreksi 0,94% ke posisi US$ 368,5/ton. Namun beberapa hari sebelumnya, batu bara sempat rebound hingga 2,28%.
Kekhawatiran resesi membuat batu bara cenderung terdampak, karena investor cenderung menghindari investasi di sektor komoditas dan beralih ke aset safe haven.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memprediksi bahwa sepertiga ekonomi dunia akan mengalami resesi, di mana tiga negara dengan ekonomi besar yakni Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan China diperkirakan akan kembali melambat.
“Tahun baru akan menjadi lebih sulit daripada tahun yang kita tinggalkan. Mengapa? Karena tiga ekonomi besar yakni AS, Uni Eropa, dan China, semuanya melambat secara bersamaan,” kata Georgieva, (2/1/2023).
Sementara itu, berdasarkan laporan dari Institute for Supply Management (ISM), aktivitas industri jasa AS pada November 2022 mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam lebih dari 2,5 tahun terakhir.
Tetapi laporan lain menunjukkan ekonomi AS mulai membaik dengan banyaknya pembukaan lapangan pekerjaan pada Desember 2022. Hal ini mendorong tingkat pengangguran kembali ke level terendah pra-pandemi sebesar 3,5%.
Dengan masih kuatnya data tenaga kerja di AS, maka bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mempunyai alasan untuk tetap mempertahankan sikap hawkish-nya.
Para pejabat The Fed berkomitmen untuk memerangi inflasi dan mengharapkan suku bunga yang lebih tinggi tetap berlaku sampai lebih banyak kemajuan dibuat, menurut risalah yang dirilis Rabu lalu dari pertemuan bulan Desember.
“Peserta umumnya mengamati bahwa sikap kebijakan yang membatasi perlu dipertahankan sampai data yang masuk memberikan keyakinan bahwa inflasi berada pada jalur penurunan yang berkelanjutan hingga 2 persen, yang kemungkinan akan memakan waktu lama,” berdasarkan ringkasan pertemuan.
“Mengingat tingkat inflasi yang terus-menerus dan tidak dapat diterima, beberapa peserta berkomentar bahwa pengalaman sejarah memperingatkan terhadap kebijakan moneter yang melonggarkan sebelum waktunya.”
Kebijakan kenaikan suku bunga acuan pada akhirnya dapat memicu resesi ekonomi global dan hal ini juga dapat mempengaruhi permintaan komoditas, termasuk batu bara. Alhasil, harganya cenderung terkoreksi.
Selain itu, melandainya harga batu bara juga disebabkan oleh suramnya outlook industri baja dunia. Lembaga pemeringkat internasional, Fitch Ratings’ memperkirakan permintaan baja di luar China akan melandai hingga 25-35 ton pada tahun ini.
Industri baja berdampak besar ke pergerakan batu bara karena banyak menggunakan batu bara jenis metalurgi dalam proses pembuatannya.