Surabaya – Berdiri sejak tahun 1948 hingga kini, produsen mi panjang umur Mie Sua bukan tanpa kendala. Salah satu yang paling terasa yakni dampak pandemi COVID-19.

Jefrry Sutrisno, pemilik mi panjang umur Cap Mie Sua mengaku sempat merumahkan para pekerjanya saat pandemi selama 2 bulan. Ini karena ada penurunan permintaan hingga 30 persen.

Beruntung, kondisi itu tak berlangsung lama dan kembali normal lagi. Faktor cuaca hujan juga bisa menjadi momok baginya. Sebab, mie yang dijemur akhirnya tak kunjung kering.

“Yang paling berpengaruh ya hujan, efeknya ke pengemasan lebih molor, kita kan mengutamakan kualitas, bukan mengejar omzet dan permintaan pasar,” tuturnya.

Selain itu, harga tepung terigu yang fluktuatif juga dianggap menjadi kendala. Sebab, ia tak bisa mendongkrak harga jual dan pemasaran yang dilakukan.

“Perubahan di tepungnya, mungkin terkendala gandum dan lain sebagainya, kita masih impor semua, kenaikannya di situ semua, sempat naik 2 sampai 3 kali lipat. Biasanya, kenaikan karena masalah gandum,” katanya.

“Pekerja kami juga turun temurun, ada yang cinlok (cinta lokasi), ada yang paling lama sampai 40 tahun, usianya sekarang 68 tahun, mereka suami istri. Selain mereka, rata-rata di sini begitu,” tandas Sutrisno.

By rdks

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *