Jakarta, Rupiah kembal merosot melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Senin (13/2/2023), setelah merosot cukup tajam pada pekan lalu.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melemah 0,2% ke Rp 15.160/US$, melansir data Refinitiv. Depresiasi bertambah menjadi 0,46% ke Rp 15.200/US$ pada pukul 9:03 WIB.

 

Sepanjang pekan lalu rupiah merosot 1,6% Pelemahan tersebut sekaligus menghentikan penguatan tajam dalam 4 pekan beruntun. Selama periode tersebut rupiah tercatat menguat hingga 4,7%, sehingga pelemahan pada pekan lalu bisa dikatakan menjadi koreksi yang wajar. Apalagi melihat kondisi eksternal yang masih dipenuhi ketidakpastian.

 

Salah satu penyebab melemahnya nilai tukar rupiah pada pekan lalu adalah pasar tenaga kerja AS yang masih sangat kuat.

 

Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell pada pekan lalu menyatakan jika suku bunga bisa naik lebih tinggi dari prediksi sebelumnya jika pasar tenaga kerja masih terus kuat atau inflasi yang kembali meninggi.

 

Sehingga, rilis data inflasi besok akan menentukan ekspektasi suku bunga The Fed di tahun ini. Jika kembali menurun, maka pasar akan kembali melihat suku bunga The Fed tidak akan lebih dari 5%, dan rupiah bisa kembali menguat, begitu juga sebaliknya.

 

Kabar baiknya, hasil polling Reuters menunjukkan inflasi AS turun menjadi 6,2% year-on-year (yoy) pada Januari, lebih rendah dari bulan sebelumnya 6,5% (yoy). Ini tentunya bisa merubah ekspektasi pelaku pasar jika terealisasi, atau lebih rendah lagi.

 

Data inflasi AS tersebut akan menjadi kunci pergerakan rupiah pekan ini. Selain itu dari dalam negeri ada data neraca perdagangan, serta Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter Kamis nanti.

 

Gubernur BI, Perry Warjiyo sebelumnya sudah memberikan kode suku bunga tidak akan dinaikkan lagi jika tidak ada kejadian yang luar biasa. Dengan kondisi saat ini, pasar akan melihat apakah BI masih tetap dengan pendirian yang sama, atau memberikan sinyal suku bunga bisa naik lagi.

 

Selain itu, pelaku pasar juga menanti revisi aturan devisa hasil ekspor (DHE). Wacana revisi tersebut menjadi salah satu faktor yang mendongkrak kinerja rupiah sebelumnya.

 

Pemerintah berjanji untuk menerbitkannya pada Februari, tetapi hingga kini belum ada tanda-tanda aturan itu telah selesai dibahas.

By rdks

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *