Jakarta – Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan saat ini risiko yang dihadapi Indonesia adalah ketidakpastian (uncertainty) di tingkat dunia. Oleh karena itu, hilirisasi menjadi kunci sumber ekonomi baru RI.
“Yang paling dibutuhkan oleh republik ini adalah keluar dari masa pandemi menuju pemulihan. Kita menghadapi risiko yang berbeda, risikonya bergeser. Sekarang risikonya adalah uncertainty di tingkat dunia,” ungkap Suahasil
Ia merinci ada enam poin utama sumber ekonomi baru RI. Pertama, hilirisasi industri sawit dan sumber daya alam (SDA) yang dimiliki Indonesia.
Ia menegaskan tidak bisa Indonesia maju atau keluar dari middle income trap, menciptakan pertumbuhan baru, hingga menciptakan pendapatan per kapita yang lebih tinggi tanpa industri manufaktur.
Namun, tidak mungkin dari industri agrikultur lompat ke sektor jasa. Dengan begitu, Suahasil menegaskan pentingnya peran hilirisasi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia.
“Mungkin kalau baca media, Presiden Jokowi melarang ekspor nikel, yang catchy di media itu melarang ekspornya, tapi intinya hilirisasi. Sebenarnya yang diinginkan itu hilirisasi. Intinya bukan melarang ekspornya, tapi mendorong hilirisasi di dalam negeri,” tegasnya.
“Ketika melakukan hilirisasi itu di situlah kita harus pikir penggunaan produk dalam negeri. Kalau hilirisasi dilakukan dengan kadar impor yang tinggi ya sama saja, duitnya lari lagi keluar,” sambungnya.
Hal tersebut sekaligus menegaskan poin kedua sumber ekonomi baru, yakni penggunaan produksi dalam negeri. Ia menegaskan Indonesia tidak bisa tumbuh jika impor terus atau ketika impornya sangat besar.
Ketiga, pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Suahasil menyebut hilirisasi bukan sekadar mengutamakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), melainkan menciptakan rantai produksi yang bisa mengikutsertakan UMKM.
Keempat, pemanfaatan ekonomi digital. Kelima, pengembangan ekonomi hijau. Keenam, transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) sebagai sumber ekonomi baru RI.