Jakarta – Mahkamah Konstitusi atau disingkat MK telah resmi menghapus salah satu isi yang tercantum di dalam pasal 280 (1) huruf H dalam Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum atau sering disebut dengan (Pemilu).
Sebagaimana dalam pasal yakni pasal 280 (1) berbunyi “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan tempat pendidikkan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut Kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab dari fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan juga tempat pendidikkan”.
Atas permohonan tersebut, maka Mahkamah Konstitusi juga memutuskan bahwa meniadakan kampanye di tempat ibadah.
“Mengabulkan atas permohonan untuk sebagia,” Ucap Ketua Mahkamah Konsitusi yakni Anwar Usman, di gedung MK, Jakarta Pusat pada hari Selasa (15/08/2023).
“Menyatakan bahwa penjelasan pada pasal 280 (1) huruf H Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 7 pada tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) sepanjang frasa “Fasilitas Pemerintah, tempat ibadah, tempat pendidikkan yang dapat digunakan oleh peserta jika hadir tanpa atribut kampanye atas permintaan undangan oleh penanggung jawab dari fasilitas pemerintah, tempat ibadah, tempat pendidikkan”,” Ucap Anwar.
Maka dari itu, Mahkamah Konsitusi menghapus penjelasan pada pasal 280 (1) huruf H pemilu. Kemudian dilakukan revisi terhadap pasal tersebut.
Pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu,” bunyi pasal revisi.
Sementara itu, dalam waktu pertimbangan, Wakil Ketua Mahkamah Konsitusi, Saldi Isra mengatakan bahawa kampanye di rumah ibadah bisa memicu emosi dan merusak nilai – nilai agama.
“Pembatasan penggunaan tempat ibadah untuk kampanye tidak berarti akan adanya pemisahan antara agama dengan institusi negara, namun lebih kepada proses pembedaan fungsi antara institusi keagamaan dengan ranah di luar agama dalam masyarakat, terutama untuk masalah yang memiliki politik praktis yang sangat tinggi,” Ucap Saldi.