Rektor Universitas Paramadina Jakarta, Prof. Didik J. Rachbini menilai politik di Indonesia bungkusnya demokrasi modern, akan tetapi isinya sangat tradisiona, bahkan juga tidak bisa ditebak. Tidak ada acuan ideologis, juga tida ada dalam kerangka akademis. Contohnya kebanyakan Barat.
Pandangan dari Rektor Universitas Paramadina adalah bahwa ia mengapresiasi kemampuan Jokowi sebagai presiden serta popularitasnya yang tinggi, karena pemberian subsidi yang signifikan dari APBN kepada rakyat mampu menciptakan peluang untuk membentuk aliansi politik baru dengan dukungan retorika politiknya. Jokowi juga menggunakan popularitas dan kekuatan politiknya untuk berperan sebagai pembuat keputusan yang berpengaruh di lingkungan politiknya sendiri, yang kemudian berhadapan dengan PDIP.
Menurut pendapat Didik, kolaborasi antara Jokowi dan Megawati berakhir dan mengalami perpecahan karena mereka merasa tidak nyaman dalam peran sebagai pengurus partai. Peran ini terus berlanjut, lebih tepatnya, partai terus mengesampingkan peran presiden secara terus-menerus di hadapan publik. Jokowi dan Megawati saling berselisih secara politik dan keduanya telah berfungsi sebagai pembuat keputusan yang mempengaruhi calon masing-masing.
Dia mengevaluasi bahwa saat ini Megawati menghadapi banyak lawan yang cukup kuat, termasuk Surya Paloh dan SBY. Namun, lawan yang mengejutkan baru-baru ini adalah Jokowi sendiri, yang berhasil membentuk aliansi yang kuat. PDIP menghadapi tantangan yang semakin sulit dan berat. Ada banyak kritik terhadap perubahan ini, karena isu-isu internal di PDIP yang dianggap terlalu dominan.