Jakarta – Gara gara mengkritisi hilirasi nikel Program dari Presiden Jokowi, ekonomi senior Faisal Basri mendapatkan teguran melalui Whatsapp (WA) dari Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves), yakni Luhut B pandajaitan.
Dikutip dari wawancara yang dipandu budayawan Eros Djarot di YouTube GBNTV, Jakarta, Kamis (17/8/2023), Faisal membeberkan pengalamannya itu.
“Pak Jokowi barangkali diberikan masukan dari Kantor Menko. Yang suaranya sama gitu. Pokoknya Pak Jokowi itu bener, harus dibela. Karena saya (dituding) melakukan penghinaan, pelecehan. Itu klaim Pak Luhut. Nanti bisa dilihat SMS, eh WA-nya. Saya melakukan pelecehan, sombong gitu. Kalau kalian enggak puas datang ke kantor saya,” Ucap Faisal.
Selanjutnya Faisal memeperkan bahwa pernyataan dari Presiden Jokowi yang telah menyatakan adanya peningkatan nilai ekspor dari nikel, sebelum dan dari pasca implementasi hilirasi, memang benar adanya. Terjadinya kenaikan yang sangat luar biasa dari Rp. 17 Triliun menjadi Rp. 510 Triliun.
“Tapi, konsekuensinya luar biasa lho. Nikel bukan sesuatu dari surga yang tiba-tiba jatuh. Tapi dikuras dari bumi Indonesia yang jumlahnya cukup dahsyat,” Ucap Faisal.
Selanjutnya, Faisal sendiri juga menyampaikan perbandingan. Sebelum Jokowi berkuasa, biji nikel yang dikeruk dari perut bumi Indonesia hanya 160 ribu ton.
Jika biji nikel ini dikeruk 1,6 juta ton per tahun, Ucap Faisal, sementara cadangan nikel Indonesia hanya 21 juta ton. Maka umur dari nikel Indonesia hanya 13 tahun saja.
“Seharusnya Pemerintah Indonesia melakukan moratorium smelter nikel. Tapi Menteri ESDM pakai bahasan himbauan. Artinya enggak tegas juga,” Ucapnya
Dalam sebuah pertemuan dengan Menko Luhut, Faisal sendiri juga menyampaikan potensi pajak yang sangat membantu negara apabila diterapkan pada saat pertemua tersebut.
”Kita mengalami booming komoditas. Di mana, harga komoditas naik karena Perang Ukraina. Misalnya, harga batu bara meroket dari 40 dolar AS ke 400 dolar AS. Ini kan rejeki nomplok. Australia saja menerapkan pajak durian runtuh. Ada pajak ekspor batu bara. Seperti halnya pajak ekspor sawit,” Ucap Faisal.
Lalu apa jawaban dari Menko Luhut? Ucap Faisal, oke, minggu depan akan disampaikan ke Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani.
“Tapi, ternyata sampai sekarang enggak dipajaki juga. Nol. Jadi seratus persen windfall profit dari batu bara Indonesia. Kemudian saya berpikir, dia kan punya batu bara. Ada conflict of interest di situ,” Ucap Faisal.
Padahal, kekayaan alam berupa batu bara ataupun nikel sendiri ini harus bisa dikelola negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Bukan dikuasai pribadi atau kelompok tertentu untuk kepentingan mereka. itu oligarki namanya.
Mendengar paparan itu, Eros pun tak tahan untuk menceritakan pengalaman saat bertemu Menko Luhut.
Saat itu, Luhut bakal menjabat Kepala Staf Presiden (KSP), menyatakan niat untuk mengabdikan diri untuk negara.
“Beliau mengatakan, Mas Eros, saya sudah banyak saya diberikan oleh negara. Saya ingin mengabdi untuk negara. Tapi di luar saya denger banyak yang gagal. nah sekarang soal ini, saya jadi bingung. Jadi mulai mikir-mikir saya mas,” Ucapnya.