Potensial calon presiden (capres) Ganjar Pranowo memiliki posisi yang signifikan dalam persaingan Pemilihan Presiden 2024. Salah satu faktor utama keberhasilannya adalah kedekatannya dengan media.

Namun, aset ini tentunya belum memadai untuk menjamin bahwa ia akan menjadi pemenang dalam pemilihan tersebut.

Menurut data survei yang dipublikasikan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada bulan Mei yang lalu, dalam hal kaitannya dengan hubungan media, Ganjar Pranowo memimpin dengan angka 36,4 persen. Di posisi berikutnya adalah Prabowo Subianto dengan 28,3 persen, dan Anies Baswedan mendapatkan 25,1 persen.

Namun, Ganjar Pranowo mencatat pencapaian yang berbeda ketika berhadapan dengan isu kepemimpinan atau figur pemimpin yang kuat.

Sebaliknya, Ganjar Pranowo justru menduduki posisi paling rendah dalam hal ini, hanya berhasil meraih 14,8 persen.

Sebaliknya, Prabowo Subianto dianggap memiliki karakter kepemimpinan, dan diyakini memiliki potensi untuk menjadi pemimpin yang mandiri dan tegas.

Dalam hasil survei, Prabowo mencatat angka dukungan sebesar 56,2 persen, sementara Anies menduduki posisi kedua dengan dukungan sebesar 18,7 persen.

Ahmad Khoirul Umam, seorang pengamat politik dari Universitas Paramadina, berpendapat bahwa rendahnya tingkat dukungan yang diterima oleh Ganjar dalam hal kepemimpinan mungkin disebabkan oleh statusnya sebagai kader biasa dalam partai politik, bukan sebagai ketua umum partai.

“Bisa saja masyarakat mungkin akan mempersepsikan begitu. Karena jika seorang tokoh politik kemudian tidak memiliki independensi dalam proses penambilan keputusan dan kebijakan publik, dia dianggap menjadi boneka dan itu tidak dianggap tidak powefull,” ujar Ahmad saat dihubungi, di Jakarta, Jumat (18/8/2023).

Ada dugaan yang cukup kuat bahwa salah satu alasan di belakang istilah “boneka partai” ini muncul adalah karena pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, ketika secara resmi mengumumkan Ganjar sebagai calon presiden dari PDIP. Pernyataan tersebut menekankan bahwa Gubernur Jawa Tengah tersebut adalah anggota yang tunduk pada partai.

Pernyataan ini disampaikan Megawati dalam sebuah konferensi pers yang dilangsungkan di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat, pada Jumat, 21 April 2023.

“Awas kalau kamu tidak ngomong kader partai, petugas partai,” ucap Megawati kala itu.

Namun, yang menarik, Ganjar mengungkapkan bahwa ia tidak merasa masalah disebut sebagai kader partai ketika menerima dukungan dari PDIP sebagai calon presiden.

Bagi Ganjar, istilah tersebut mewakili kenyataan yang dihadapi oleh seluruh anggota partai jika mereka bercita-cita untuk menjabat dalam posisi publik. Menurut pandangan Ganjar, kader partai perlu mendapatkan persetujuan dari ketua umum partai.

Tidak hanya Ganjar Pranowo, sebelumnya Megawati juga pernah menggambarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai kader partai. Pernyataan semacam ini telah diungkapkannya beberapa kali di hadapan masyarakat.

Ahmad Khoirul Umam melihat bahwa penekanan berulang dari PDIP, terutama Megawati, pada istilah “petugas partai” dianggap memiliki konotasi yang kurang positif.

Ia mengungkapkan ketidaksetujuannya, karena menurutnya, seorang pemimpin harus memiliki kekuatan sendiri, tidak seperti wayang yang tergantung pada dalangnya.

Ahmad menekankan bahwa Ganjar perlu mampu mengatasi citra negatif yang telah tertanam dalam pikiran masyarakat, untuk menghindari hambatan yang bisa muncul dalam kontes Pemilihan Presiden 2024.

Ia juga mengharapkan agar sistem kepemimpinan presidensial yang diterapkan dalam pemerintahan dapat diwujudkan sepenuhnya.

Kepemimpinan yang akan dilakukan memiliki kewenangan yang kuat, tidak hanya tergantung pada keputusan partai.

“Padahal seorang presiden dalam sistem presidensial itu diharapkan untuk powefull dalam menentukan itu bukan hanya ditentujan oleh keputusan partai,” katanya menambahkan.

Spread the love

By rdks

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *