Kepolisian Kota Besar Surabaya berhasil mengungkap peredaran cairan rokok elektrik yang mengandung narkotika jenis ganja.
Pelaku utamanya, seorang pria bernama YRH (31 tahun) yang tinggal di Sedati, Sidoarjo, diamankan pada tanggal 28 Juli 2023 di tempat tinggalnya.
Kepala Tim Narkotika Polisi Kota Besar Surabaya, yaitu Kompol Fadillah Langko, mengungkapkan bahwa pelaku telah memperoleh barang-barangnya dengan cara melakukan pemesanan melalui platform media sosial, dan barang tersebut diimpor dari negara asing.
“Kami sita narkoba jenis ganja, ada beberapa jenis yang kami lakukan pemeriksaan. Ada yang dari Belanda, Thailand, dan Aceh. Yang bersangkutan dapat barang itu dari media online, sosial media, untuk dijual kembali ke wilayah Surabaya,” bebernya.
Seorang pria bernama YRH (31 tahun), yang merupakan tersangka penyalur liquid vape mengandung ganja di Surabaya, tampil dalam konferensi pers di Markas Kepolisian Kota Besar Surabaya pada hari Selasa (22/8/2023).
Berdasarkan pengakuan tersangka, YRH menyatakan bahwa ia memperoleh liquid ganja siap pakai sebanyak 30 ml dengan harga Rp1 juta.
“Dia jual keuntungannya 700 ribu rupiah tiap penjualan,” tambahnya.
Fadillah mengungkapkan bahwa pihak kepolisian sedang menginvestigasi secara lebih mendalam mengenai jaringan pembuat liquid vape ganja, karena terdapat dugaan yang kuat bahwa akun tersebut beroperasi di wilayah Indonesia.
“Proses perubahan ganja dalam liquid masih penyelidikan lebih lanjut. Ini baru. Biasanya kota dapat dalam bentuk daun. Dia beli sudah jadi liquid,” imbuhnya.
Benda-benda yang merupakan barang bukti narkotika yang berhasil disita oleh pihak kepolisian dari tersangka pada hari Selasa (22/8/2023).
Dari pelaku, polisi berhasil menyita sejumlah barang bukti, termasuk delapan bungkus plastik berisi narkotika jenis ganja dengan total berat 86,35 gram, empat butir pil jenis ekstasi dengan total berat 1,82 gram, tiga cartridge pod berisi cairan liquid narkotika jenis ganja, lima botol berisi cairan liquid narkotika jenis ganja, 32 pil psikotropika jenis alprazolam, dua butir pil jenis tramadol, serta empat butir pil codein.
Dalam kasus ini, tersangka dapat menghadapi hukuman minimal enam tahun penjara dan maksimal hukuman seumur hidup, atau bahkan hukuman mati. Ini sesuai dengan ketentuan Pasal 114 Ayat 1 bersama Pasal 112 Ayat 1 dan Pasal 111 Ayat 1 dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, serta Pasal 62 dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.