Pimpinan DPRD Kota Surabaya menyatakan Hari Aksara Internasional yang diperingati pada tanggal 8 September merupakan momentum untuk memberantas buta huruf dan meningkatkan kualitas literasi masyarakat di Kota Pahlawan, Jawa Timur.

“Terlebih ketika bicara aksara Jawa atau Nusantara saat ini terasa lebih asing dibandingkan dengan bahasa asing,” ujar AH. Thony.

Untuk itu, AH Thony bersama dengan pegiat sejarah dan budaya dari komunitas Begandring Nanang Purwono, Konsulat Jepang Ishii Yutaka, perwakilan dari Balai Bahasa Jawa Timur, dan Jerman berdiskusi membahas strategi aksara Jawa, di Historica, Surabaya pada waktu lalu.

“Jadi kami lakukan diskusi dan sekaligus studi komparasi mengapa aksara kanji, hiragana serta katakana bisa lestari sampai saat ini di Jepang?. Sehingga kami mencoba ingin mengadopsi kemajuan kebudayaan aksara di sana (Jepang, Red) melalui proses edukasi ke masyarakat,” ujar AH Thony.

Dari diskusi tersebut, ia menemukan strategi yang paling efektif untuk membangkitkan aksara Jawa di Jawa Timur khususnya, yaitu dengan metode enskripsi, di mana istilah dan kalimat yang sering digunakan secara umum, tidak hanya diiulis dengan huruf latin atau huruf kapital saja, namun juga digabungkan dengan aksara Jawa.

“Dari Balai Bahasa Jawa Timur merespons bagus, bahkan ada keinginan memfasilitasi tentang strategi kemajuan kebudayaan dengan pengenalan aksara kepada masyarakat dan pendekatan yang pas, saya rasa akan lebih baik,” jelas AH Thony.

Menurutnya menjadi strategi untuk memajukan aksara Jawa dan lebih dikenal di masyarakat. Tentu dengan SK Gubernur agar bisa memerintahkan kepala daerah dan seluruh jajaran di bawah untuk melakukan hal serupa.

“Kalau berkenan ibu Gubernur Jatim (Khofifah Indar Parawansa) menerima gagasan kami kerja sama dengan Balai Bahasa nanti bisa dilakukan tulisan atau huruf Jawa di kantor Gubernur agar menjadi patron bagi daerah di Jawa Timur sampai tingkat desa,” katanya.

Selain itu, dia berharap mata pelajaran Bahasa Jawa di sekolah-sekolah tidak hanya sebagai formalitas untuk menggugurkan kewajiban pelaksanaan pendidikan.

“Di Surabaya bisa disampaikan muatan aksara Jawa di SDN Sulung. Diajarkan agar menjadi percontohan. Masyarakat juga bisa belajar di situ dengan dibuka kelas bahasa dan aksara Jawa. Harapannya Dispendik bisa mengeksplorasi lebih dalam tentang program ini,” jelas AH Thony.

Spread the love

By rdks

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *